Silahkan ubah teks yang anda inginkan di bawah ini :
Minggu, 18 Maret 2012
Kisah Seorang Satpam Dan Ustadz Yusuf Mansyur
Kisah ini diceritakan langsung oleh ustad yusuf mansur pengasuh pondok wisata hati ketika menghadiri suatu forum pengajian. Menurut ustad yusuf mansyur banyak orang yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur.
Satu hari ustad yusuf mansur jalan melintas di satu daerah. Ia tertidur di dalam mobil. Tiba-tiba saja ustad terbangun karena ingin buang air kecil. Dilihatnya didepan ada sebuah pom bensin. Kemudian sang ustad berpesan kepada sopirnya: “Nanti di depan ke kiri ya”…………..”Masih banyak, Pak Ustadz”, jawab sopir karena mengira mau isi bensin.
Ustad yusuf mansur paham bahwa sopirnya mengira pengin beli bensin. Padahal bukan. Sang ustad pengin buang air kecil.
Begitu berhenti dan keluar dari mobil, tiba-tiba saja ada seorang sekuriti mendatangi sang ustad dan menyapa, “PakUstadz!” . Dari jauh ia melambai dan mendekati ustad yusuf mansur. Sang ustad menghentikan langkah dan menunggu satpam tersebut
.
“Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja…”. Begitu sapa satpam ini.
Ustad yusuf mansur hanya tersenyum. ”Ga ke-geeran, insya Allah, he he he” begitu gumamnya.
“Saya ke toilet dulu ya”, kata sang ustad karena sudah tidak tahan lagi.
“Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?”tanya satpam.
“Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?”, ustad yusuf mansyur menimpali.
“Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz”, sambung si satpam
Sejurus kemudian sang ustad sadar, ” Ini Allah pasti yang “berhentiin” saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali “target operasi” dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.
Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, “Ok, ntar habis dari toilet ya”.
Selesai dari toilet Ustad Yusuf Mansur menghampiri pak satpam yang sudah menunggu bebrapa saat.
“Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?”, tanya Sang Ustad membuka percakapan.
Kemudian sang ustad dan satpam tersebut mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopiringan.”Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?”
“Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya” .
“Wah, ustadz langsung nembak aja nih”.
Merasa agak nggak enak kepada sekuriti ini, sang ustad meminta maaf umpama ada perkataannya yang salah. Kemudian ustad melanjutkan,”Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja………”Udah shalat ashar?”
“Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja”, jawab satpam
“Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?” lanjut sang ustad.
Sekuriti itu senyum aja. Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doang. Lagian, kalo nganggap kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah.
Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu, sementara adzan mulai terdengar. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh sebutan-sebutan ibadah
“Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini”, sang ustad mengejar.
“Ya, kurang lebih dah” kelit si satpam.
Kemudian Sang ustad melanjutkan, ”Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang ‘alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya”.
“Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari senang”.
Sang ustad melanjutkan perkataannya ,”Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara?”.
”Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.”
”Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian” lanjut sang ustad.
Kembali kepada si sekuriti tadi, sang ustad tanya, “Terus, mau berubah?”
“Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?” jawab si satpam dengan mantap.
“Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya” ustad menyela
“Ngebut gimana?” tanya satpam
Lalu ustad yusuf mansur menjelaskan:
“Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan Allah”.
Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.
“Yang kedua,” saya teruskan. “Yang kedua, keluarin sedekahnya”.
Sekuriti itu tertawa. “Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan”.
“Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?”tanya ustad
“Satu koma tujuh, Pak ustadz”, jawab satpam.
“Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede”, komentar sang ustad.
“Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz” balik satpam seakan tidak mau kalah.
Ustad yusuf mansur bertanya lagi:
“Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?”
“Kerjanya sih udah tujuh tahun. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz”, terang satpam
“Koq bisa?” sang ustad penasaran.
“Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt” kata satpam.
“Terus, kenapa masih kurang?” lanjut sang ustad.
“Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak” satpam itu menjawab.
“Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?” ustad yusuf mansur mencoba meyakinkan si satpam.
“Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz” jawab satpam.
“Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot” ustad mencoba menyanggah pendapat si satpam.
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
“Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?” tanya ustad
“Mau Ustadz. Saya benahin dah” jawab satpam
“Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya ngebenahin shalat” kata ustad.
“Siap ustadz”.
“Tapi sedekahnya tetap kudu loh”.
“Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada”.
“Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq”.
“Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya”.
Sekuriti ini berpikir, sang ustad kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi ustad akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah.
Sebentar kemudian ustad yusuf mansur bilang sama ini sekuriti, “Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?”. Si sekuriti mengangguk. “Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?” . Sekuriti ini ngangguk lagi. “Selama saya bisa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sungguh mengharukan......
BalasHapus